A. Hakikat Stilistika
Istilah “stilistika” diserap dari bahasa bahasa Inggris stylistics yang diturunkan dari kata style yang berarti ‘gaya’. Secara
etimologi, istilah style atau gaya
itu sendiri menurut Shipley (1979:314) dan Mikics (2007:288) berasal dari
bahasa Latin stilus, yang berati
‘batang atau tangkai’, menyaran pada ujung pena yang digunakan untuk membuat
tanda-tanda (tulisan) pada tanah liat yang berlapis lilin (metode kuno dalam
menulis). Jadi, secara
sederhana stilistika dapat diartikan sebagai ilmu tentang gaya bahasa.
Secara teoretis, telah banyak pakar sastra yang memberikan definisi tentang
stilistika. Beberapa di antaranya seperti diuraikan berikut ini.
Verdonk (2002:4) memandang stilistika, atau studi tentang gaya, sebagai
analisis ekspresi yang khas dalam bahasa untuk mendeskripsikan tujuan dan efek
tertentu. Bahasa dalam karya sastra adalah bahasa yang khas sehingga berbeda
dari bahasa dalam karya-karya nonsastra. Untuk itulah, analisis terhadap bahasa
sastra pun membutuhkan analisis yang khusus. Dalam hal ini dibutuhkan
stilistika sebagai teori yang secara khusus menganalisis bahasa teks sastra
(Mills, 1995:3).
Kutha Ratna (2009:9) menyatakan bahwa stilistika sebagai bagian dari ilmu
sastra, lebih sempit lagi ilmu gaya bahasa dalam kaitannya dengan aspek-aspek
keindahan. Musthafa (2008:51) berpendapat bahwa stilistika adalah gaya bahasa
yang digunakan seseorang dalam mengekspresikan gagasan lewat tulisan.
Pengertian stilistika yang cukup komprehensif dan representatif seperti
dikemukakan oleh Teeuw (1984:61) dan Tuloli (2000:6), stilistika atau ilmu gaya
bahasa pada umumnya membicarakan pemakaian bahasa yang khas atau istimewa, yang
merupakan ciri khas seorang penulis, aliran sastra, atau pula penyimpangan dari
bahasa sehari-hari atau dari bahasa yang normal atau baku, dan sebagainya.
Dengan demikian, secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa stilistika (stylistics)
adalah ilmu yang secara spesifik mengungkap penggunaan gaya bahasa yang khas
dalam karya sastra.
Kajian sastra dengan memanfaatkan teori stilistika hakikatnya berangkat
dari pendekatan objektif seperti yang dibicarakan oleh Abrams dalam bukunya The Mirror and The Lamp (1976:8).
Pendekatan objektif merupakan pendekatan dalam kajian sastra yang
menitikberatkan pada hubungan antarunsur karya sastra. Fokus pendekatan
objektif adalah karya sastra itu sendiri. Kajian stilistika merupakan bentuk
kajian yang menggunakan pendekatan objektif karena ditinjau dari sasaran kajian
stilistika merupakan kajian yang berfokus pada wujud penggunaan sistem tanda
dalam karya sastra (Aminuddin, 1995:52).
Penelitian stilistika penting untuk dilakukan dalam kerangka penelitian
sastra karena stilistika memungkinkan kita mengidentifikasi ciri khas teks
sastra (Wellek dan Warren, 1989:226; dan Bradford, 1997:xi). Selain itu,
stilistika dapat memberikan manfaat bagi pembaca sastra, guru sastra, kritikus
sastra, dan sastrawan. Stilistika dapat membantu pembaca sastra untuk lebih
memahami seluk-beluk bahasa sastra, baik dari aspek bunyi, kata, kalimat,
hingga wacana sastra. Guru sastra pun dapat memanfaatkan stilistika sebagai
salah satu alternatif metode pembelajaran sastra khususnya untuk mengajarkan
pemaknaan puisi dari aspek bahasanya. Kritikus sastra dapat pula memanfaatkan
stilistika sebagai salah satu alternatif teori dalam mengkaji/mengkritik karya
sastra dari sudut pandang bahasanya. Sementara bagi sastrawan sebagai pencipta
karya sastra, stilistika dapat memberikan kontribusi pemahaman tentang ragam
bahasa sastra sehingga para sastrawan dapat lebih meningkatkan kualitas karya
sastranya.
Menurut
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998:280) stilistika kesastraan merupakan sebuah
metode analisis karya sastra yang mengkaji berbagai bentuk dan tanda-tanda
kebahasaan yang digunakan sperti yang terlihat pada struktur laihirnya. Metode
analisis ini menjadi penting, karena dapat memberikan informasi tentang
karakteristik khusus sebuah karya sastra. Bahkan, menurut WEllek dan Warren, ia
dapat memberikan manfaat yang besar bagi studi sastra jika dapat menentukan
prisip yang mendasari kesatuan karya sastra, dan jika dapat menemukan suatu
tujuan estetika umum yang menonjol dalam sebuah karya sastra dari keseluruhan
unsurnya (Wellek dan Warren).
Melalui
pendekatan stilistika dapat dijelaskan interaksi yang rumit antara bentuk dan
makna yang sering luput dari perhatian dan pengamatan para kritikus sastra
(Panuti Sudjiman, 1993:vii). Sebab, kajian stilistika dalam ssatra melihat
bagaimana unsure-unsur bahasa digunakan untuk melahirkan peasan-pesan dalam
karya sastra. Atau dengan kata lain, kajian stilistika berhubungan dengan
pengkajian pola-pola bahasa dan bagaimana bahasa digunakan dalam teks sastra
secara khas. Analisis bahasa yang dipolakan secara khas tersebut kita tuntut
untuk dapat menunjukkan kekompleksitasan dan kedalaman bahasa teks sastra
tersebut dan juga menjawab bagaimana bahasa tersebut memiliki kekuatan yang
menakjubkan, kekuatan kreatifitas karyaa sastra (Cummings dan Simmons,
1986:vii).
Langkah
pertama yang lazim diambil dalam analisis stalistika adalah mengamati
deviasi-deviasi seperti pengulangan bunyi, inverse susunan kata, susunan
hierarki klausa, yang semuanya mempunyai fungsi estetis seperti penekanan, atau
membuat kejelasan atau justru kebalikannya: usaha estetis untuk mengaburkan dan
membuat makna menjadi tidak jelas (Wellek dan Waren, 1993: 226).
Untuk
mengetahui cirri pembeda gaya sebuah teks dari teks lain, perlu dilakukan
penghitungan frekuensi pemunculan tanda-tanda linguistik yang terdapat di
dalamnya. Gaya kemudian “diukur” berdasarkan kadar deviasinya terhadap bahasa
yang wajar dan baku. Data kuantitatif yang diperoleh dari analisis seperti ini
dapat memberikan bukti-bukti konkret yang dapat menopang deskripsi stilistika
sebuah karya dengan cara yang lebih dapat dipertanggungjawabkan (Nurgiatoro,
1998:283)
Stilistika
adalah pendekatan kritis yang mempergunakan metode-metode dan pengetahuan
linguistik untuk mempelajari karya sastra dan non-sastra. Pendekatan ini
bertujuan untuk mempelajari cara fitur-fitur linguistik mempengaruhi makna
sebuah karya secara keseluruhan dan efek-efeknya pada pembaca.
Pada mulanya,
stilistika lebih terbatas pada persoalan bahasa dalam karya sastra. Namun dalam
perkembangannya, pengertian gaya juga dilihat dalam hubungannya di luar karya
sastra. Maka dibedakan anatar gaya sastra dan gaya non sastra. Jalan pikiran
yang nmenyebutkan betapa eratnya hubungan antara bahasa sastra dapat
dikemukakan sebagai berikut. Pada perinsipnya , ‘seni sastra’ (baca juga ‘seni
bahasa’) dapat dipandang dari dua segi kemungkinan. Pertama, ‘seni sastra’
dipandang sebagai bagian dari seni pada umumnya. Di sini, karya sastra dikaji
sebagi objek estetika, dengan mengkhususkan perhatiannya pada gejala bahasa ,
plastik bahasa, dan penggunaan bahasa kias/majas atau bahasa
figurative(figurative language), serta sarana retorika yang lain. Jadi
pengkajiannya masuk kedalam kajian stilistika, retorika dan estetika. Kedua,
seni sastra dipandang sebagai bagian dari ilmu bahasa (linguistics) pada
umunnya.Dalam hal ini seni sastra dikaji dengan berdasarkan penggunaan bahasa
yang khas. Jadi masuk pada lingustik terapan. Ia dikaji ragam bahasa yang
digunakan. Apa jenisnya. Penekanannya pada pengkajian teks sastra. Landasan
teorinya adalah konvensi-konvensi atauu konsepsi-konsepsi sastra atau bahasa.
B. Stilistika Sastra dan Stilistika
Linguistik
Pembicaraan stilistika tidak dapat dilepaskan dari linguistik atau ilmu
bahasa. Bahkan, secara tegas Starcke (2010:2) dalam definisinya menyatakan
bahwa stilistika sebagai salah satu disiplin linguistik. Eksistensi linguistik
dalam konteks stilistika itu seperti tampak pada pandangan beberapa pakar
berikut. Junus (1989:xvii) misalnya, memandang stilistika sebagai ilmu gabung
(inter atau multidisiplin) antara linguistik dan ilmu sastra. Widdowson
(1997:3) dan Sudjiman (1993:3) memandang stilistika sebagai kajian mengenai
diskursus (wacana) kesastraan yang beranjak dari orientasi linguistik. Mcrae
dan Clark (dalam Davies
dan Elder, 2006:328) berpendapat bahwa
stilistika sebagai penggunaan linguistik (ilmu bahasa) untuk mendekati teks
sastra. Simpson (2004:3) melihat analisis stilistika berfungsi untuk memahami
teks sastra dengan dasar wawasan struktur linguistik. Sementara Child dan
Fowler (2006:229) memandang stilistika sebagai kajian analitis terhadap sastra
dengan menggunakan konsep atau teknik linguistik modern. Berdasarkan pandangan
beberapa pakar tadi, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa stilistika merupakan
pengkajian sastra dari perspektif linguistik.
Beberapa pandangan pakar di atas menjelaskan bahwa dasar pemahaman
linguistik menjadi kebutuhan mutlak jika ingin menerapkan teori stilistika.
Wellek dan Warren (1989:221) lebih menegaskan bahwa stilistika tidak dapat
diterapkan dengan baik tanpa dasar linguistik yang kuat karena salah satu
penelitian utamanya adalah kontras sistem bahasa karya sastra dengan penggunaan
bahasa pada zamannya. Dengan demikian, pemahaman stilistika sebagai “ilmu
gabung” (linguistik dan sastra) merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan
(Sayuti, 2001:173).
Penggabungan dua disiplin ilmu, yaitu linguistik dan sastra menyebabkan
terjadinya dikotomi arah kajian atau penelitian stilistika. Teori stilistika
dapat diterapkan dalam kerangka penelitian bahasa (linguistik), dan dapat pula
diterapkan dalam penelitian sastra. Teori stilistika yang digunakan dalam
kerangka penelitian bahasa (linguistik) lazim disebut stilistika linguistik,
atau dalam istilah Hendricks (dalam Aminuddin, 1995:22) disebut stylolinguistik. Sementara teori
stilistika yang digunakan dalam kerangka penelitian sastra sering disebut
stilistika sastra. Oleh sebab itu, secara umum, dibedakan dua jenis stilistika
yaitu stilistika linguistik atau linguistics
stylistics dan stilistika sastra atau literary
(poetic) stylistics (Missikova, 2003:15).
Persamaan antara stilistika linguistik maupun stilistik sastra terletak
pada objek kajian yaitu bahasa dalam karya sastra, karena stilistika menurut
Wynne (2005:1) dan Crystal (2000:99) adalah kajian terhadap bahasa sastra. Perbedaan keduanya terletak pada tujuan
akhir kajian atau penelitian. Orientasi akhir kajian stilistika linguistik
hanya untuk mendeskripsikan berbagai fenomena kebahasaan dalam karya sastra,
tanpa memperhatikan efek estetika dari penggunaan bahasa tersebut. Darwis
(2002:91) menyatakan bahwa dalam stilistika linguistik tidak terdapat kewajiban
untuk menjelaskan keterkaitan antara pilihan kode bahasa (bentuk linguistik)
dan fungsi atau efek estetika atau artistik karya sastra. Stilistika linguistik
tidak lain hanyalah berupa penerapan teori linguistik untuk mengungkap berbagai
unsur kebahasaan dalam teks sastra. Penerapan teori linguistik pada sastra ini
yang lazim dikenal dengan istilah “linguistik sastra” atau “literary linguistics” (Fabb, 2003:446).
Stilistika sastra selain mengungkap atau mendeskripsikan berbagai struktur
dan bentuk linguistik, yang lebih utama lagi adalah deskripsi efek estetika dan
kandungan makna di balik berbagai struktur dan bentuk linguistik tersebut. Yang
ditekankan dalam stilistika sastra adalah bagaimana menemukan fungsi sastra,
yaitu memberikan efek estetika (puitis) (Darwis, 2002:91). Dalam hal ini,
stilistika sastra bertujuan mengungkap hakikat yang terselubung di balik
berbagai fenomena kebahasaan tersebut, hakikat yang menjadi tujuan utama dari
sastra, yaitu dulce et utile (menghibur
dan bermanfaat), atau dalam istilah Bressler (1999:12) disebut to teach (mengajar) dan to entertain (menghibur). Dengan
demikian, penelitian stilistika sastra selain dapat mengungkap efek estetika
sebagai buah kreativitas pengarang, juga mampu mengungkap makna di balik bahasa
yang estetis tersebut.
C. Prosedur Implementasi Teori Stilistika
Kaitannya dengan prosedur penerapan teori stilistika dalam
penelitian/kajian sastra, Wellek dan Warren (1989:226) menyebutkan dua
kemungkinan pendekatan analisis stilistika. Pertama,
dimulai dengan analisis sistematis tentang sistem linguistik karya sastra, dan
dilanjutkan dengan interpretasi tentang ciri-cirinya dilihat dari tujuan
estetis karya tersebut sebagai “makna total”. Dalam hal ini, gaya akan muncul
sebagai sistem linguistik yang khas dari karya atau sekelompok karya. Kedua, mempelajari sejumlah ciri khas
membedakan sistem
D. Ragam Bahasa: fungsi, Teks, dan Unsur
Stilistika
Bernand Asmuth
dan LUIS Berg-Ehlers (1978:61) menamakan gaya bahasa sastra dan gaya bahasa non
sastra ke dalam ‘gaya fungsional’, berhubungan dengan fungsi tertentu dan
bersifat sosiologis , seperti apa yang dikatakan oleh William O. Hendricks
(1976:34). Juga dikutip oleh Asmuth dan Luise Berg-Ehlers cirri gaya fungsional
dari Elise reisel yang berhubungan dengan pemakaian bahasa Jerman (DALAN Junus,
1989:xi-xiii) berikut.
a. gaya bahasa Pergaulan resmi
a. gaya bahasa Pergaulan resmi
fungsi :
melaksanakan hubungan resmi antara pegawai pemerintah dengan rakyat.
Teks : bersifat perintah, melukiskan dengan berbelit-belit.
Unsur Stilistika : konstruksi kalimat pernyataan yang rumit; gagal menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan perasaan.
Teks : bersifat perintah, melukiskan dengan berbelit-belit.
Unsur Stilistika : konstruksi kalimat pernyataan yang rumit; gagal menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan perasaan.
b. gaya bahasa Ilmu
Fungsi :
penyampaian kebenaran ilmu dan hukumnya dengan pembuktian logic dan objektif.
Teks : karangan ilmiah, komentar, kuliah.
Unsur stilistika : kata-kata yang netral dari nilai sastra dan tanpa warna emosi jarang ditemuni ungkapan-ungkapan pepatah; jalinan yang padu anatara kalimat atau kelompok kata-katanya.
Teks : karangan ilmiah, komentar, kuliah.
Unsur stilistika : kata-kata yang netral dari nilai sastra dan tanpa warna emosi jarang ditemuni ungkapan-ungkapan pepatah; jalinan yang padu anatara kalimat atau kelompok kata-katanya.
c. Gaya bahasa surat kabar
Fungsi : informasi,
menjelaskan sehingga orang tahu dengan jelas tentang peristiwa yang dilaporkan.
Teks : artikel surat kabar dan sebagainya.
Unsur stilistika : lukisan tentang apa yang terjadi, penggunaan slogan, perifrase dan kata pemula (yang menarik).
Teks : artikel surat kabar dan sebagainya.
Unsur stilistika : lukisan tentang apa yang terjadi, penggunaan slogan, perifrase dan kata pemula (yang menarik).
d. gaya bahasa sehari-hari
Fungsi :
digunakan dalam pergaulan santai yang alamiah.
Teks : bahasa sehari-hari
Unsur Stilistika :kesantaian, mudah, ketegangan emosi terlihat pada kelancaran dan hambatan dalam pembicaraan, cenderung pada kaliamat pendek, yang mementingkan ketepatan gramatikal.
Teks : bahasa sehari-hari
Unsur Stilistika :kesantaian, mudah, ketegangan emosi terlihat pada kelancaran dan hambatan dalam pembicaraan, cenderung pada kaliamat pendek, yang mementingkan ketepatan gramatikal.
e. Gaya bahasa sastra
Fungsi :
penyampaian fikiran melalui bahasa yang bergaya.
Teks : karya sastra
Unsur stilistika : unsur dari segala gaya; menghasilkan srgala kemungkinan kesan bahasa.
Teks : karya sastra
Unsur stilistika : unsur dari segala gaya; menghasilkan srgala kemungkinan kesan bahasa.
Prosedur Kajian Stilistika
Kajian
Stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan pendekatan obyektif.
Dinyatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian dan penjelasan yang
dibuahkan, kajian stilistika merupakan kajian yang berfokus pada wujud
penggunaan system tanda dalam karya sastra yang diperoleh secara
rasional-empirik dapat dipertanggung jawabkan. Landasan empiric merujuk pada
kesesuian landasan konseptual dengan cara kerja yang digunakan bila dihubungkan
dengan karakteristik fakta yang dijadikan sasaran kajian.
Pada apresiasi
sastra, analisis kajian stilistika digunakan untuk memudahkan
menikmati,memahami,dan menghayati system tanda yang digunakan dalam karya
sastra yang berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresif yang ingin
diungkapkan oleh pengarang.
Dari penjelasan
selintas di atas dapat ditarik kesimpulan tentang analisis yang dilakukan
apresiasi sastra meliputi :
1. Analisis tanda baca yang digunakan pengarang.
2. Analisis hubungan antara system tanda yang satu dengan yang lainnya.
3. Analisis kemungkinan terjemahan satuan tanda yang ditentukan serta kemungkinan bentuk ekspresi yang dikandungnya (Aminuddin : 1995 :98).
1. Analisis tanda baca yang digunakan pengarang.
2. Analisis hubungan antara system tanda yang satu dengan yang lainnya.
3. Analisis kemungkinan terjemahan satuan tanda yang ditentukan serta kemungkinan bentuk ekspresi yang dikandungnya (Aminuddin : 1995 :98).
Kaitannya
dengan kritik sastra, kajian stilistika digunakan sebagai metode untuk
menghindari kritik sastra yang bersifat impesionistis dan subyektif. Melalui
kajian stilistika ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang memenuhi kriteria
obyektifitas dan keilmiahan (Aminuddin :1995 : 42).
Pada kritik sastra ini prosedur analisis yang digunakan dalam kajian stilistika, diantaranya :
1. Analisis aspek gaya dalam karya sastra.
2. Analisis aspek-aspek kebahasaan seperti manipulasi paduan bunyi, penggunaan tanda baca dan cara penulisan.
3. Analisis gagasan atau makna yang dipaparkan dalam karya sastra (Aminuddin : 1995 :42-43).
Pada kritik sastra ini prosedur analisis yang digunakan dalam kajian stilistika, diantaranya :
1. Analisis aspek gaya dalam karya sastra.
2. Analisis aspek-aspek kebahasaan seperti manipulasi paduan bunyi, penggunaan tanda baca dan cara penulisan.
3. Analisis gagasan atau makna yang dipaparkan dalam karya sastra (Aminuddin : 1995 :42-43).
Referensi Penunjang
Abrams,
M.H. 1976. The Mirror and The Lamp :
Romantic Theory and The Critical Tradition. New York: Holt, Rinehart and
Winston.
Aminuddin.
1995. Stilistika : Pengantar Memahami
Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.
Bradford,
Richard. 1997. Stylistics. London:
New Fetter Lane.
Bressler,
Charles E. 1999. Literary Criticism : An
Introduction to Theory and Practice. Second Edition. New Jersey: Prentice
Hall, Upper Saddle River.
Child,
Peter and Roger Fowler. 2006. The
Routledge Dictionary of Literary Terms. London and New York: Routledge.
Crystal, David. 2000. New Perspectives of Language Study 1 :
Stylistics. University of Reading: Department of Linguistics Science.
Darwis, Muhammad. 2002.
“Pola-Pola Gramatikal dalam Puisi Indonesia.” Dalam Jurnal Masyarakat Linguistik Indonesia edisi Tahun 20, Nomor 1, Februari
2002.
Davies,
Alan and Catherine Elder (Ed). 2006 .
The Handbook of Applied Linguistics.
Australia: Blackwell Publishing.
Fabb, Nigel. 2003. “Linguistics and Literature”. In Mark
Arnoff and Janie Rees-Miller (Ed), The
Handbook of Linguistics. USA: Blackwell Publisher.
Junus, Umar. 1989. Stilistika : Satu Pengantar. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Kutha Ratna, Nyoman. 2009. Stilistika : Kajian Puitika Bahasa, Sastra,
dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mikics,
David. 2007. A New Handbook of Literary Term. London: Yale University Press.
Mills,
Sara. 1995. Feminist Stylistics. London
and New York: Routledge.
Missikova,
Gabriela. 2003. Linguistics Stylistics. Nitra: Filozoficka Fakulta Univerzita
Konstantina Filozofa.
Musthafa,
Bachrudin. 2008. Teori dan Praktik Sastra
dalam Penelitian dan Pengajaran. Bandung: UPI.
Sayuti,
Suminto A. 2001. ”Penelitian Stilistika : Beberapa Konsep Pengantar”. Dalam
Jabrohim (Ed) Metodologi Penelitian
Sastra. Yogyakarta: Hanindita.
Shipley,
Joseph T. 1979. Dictionary of World
Literature : Forms, Technique, Critics.. USA: Boston The Writer, Inc..
Simpson,
Paul. 2004. Stylistics : A Resource Book
for Student. New York: Roudledge.
Starcke,
Bettina Fischer. 2010. Corpus Linguistics
in Literary Analysis. New York: Continuum International Publishing Group.
Sudjiman,
Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Teeuw,
A. 1984. Sastera dan Ilmu Sastera.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Tuloli,
Nani. 2000. Kajian Sastra. Gorontalo:
Nurul Jannah.
Verdonk,
Peter. 2002. Stylistics. New York:
Oxford University Press.
Wellek,
Rene dan Austin Warren. 1989. Teori
Kesusastraan. Diterjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.
Widdowson,
H.G. 1997. Stilistika dan Pengajaran
Sastra. Diterjemahkan oleh Sudijah. Surabaya: Airlangga University Press.
Wynne,
Martin. 2005. Stylistics : Corpus
Approaches. Oxford: Oxford University.
satu dengan sistem-sistem lain. Dalam hal ini,
metodenya adalah pengkontrasan.