1. Pengertian
Landasan Pendidikan
Secara leksikal, landasan berarti
tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat bertumpu
atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini
dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat
konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual
identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga
macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi.
Pendidikan antara lain dapat
dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita
mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita
kenal istilah studi pendidikan.
Praktek pendidikan adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan pedidikan.Kegiatan bantuan dalam praktek
pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat
berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan).Studi
pendidikanadalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami
pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi
dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan
atau studi pendidikan.
2. Macam-macam
Landasan pendidikan
a. Landasan Filosofis.
Landasan
Filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi
tujuannya, dan sebagainya.
Landasan
filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat,
falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasaYunani, philein
berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif,
atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh dan konseptual
yang menghasilkan konsepsi-kosnsepsi mengenai kehidupan dan dunia.
Konsepsi-konsepsi silosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada
umumnya bersumber dari dua faktor, yaitu:
o
Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
o
Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada dianatara
keduanya: Kawasannya seluas religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan
karena filsafat timbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia
(Redja Mudyahardjo, et.al., 1992: 126-134.)
Tinjauan
filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berpikir bebas serta
merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah
filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni:
- Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuannya itu.
- Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek), metafisika (tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu sendiri), serta social dan politik (filsafat pemerintahan).
Kajian-kajian
yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemology, etika, dan
estetika, metafisika dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan,
karena prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut pada
umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang
pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
- Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai mahluk didunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai zoon politicon, homo sapiens, animal educandum, dan sebagainya.
- Masyarakat dan kebudayaannya.
- Keterbatasan manusia sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi tantangan; dan
- Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan (Wayan Ardhana, 1986: Modul1/9).
Hasil-hasil
kajian filsafat tersebut, utamnya tentang konsepsi manusia dan dunianya, sangat
besar pengaruhnya terhadap pendidikan. Beberapa aliran filsafat yaitu sebagai
berikut:
- Naturalisme
- Idealisme
- Pragmatisme
Naturalisme merupakan
aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh panca
indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini biasa pula diberi nama
yang berbeda sesuai dengan variasi penekanan konsepsinya tentang manusia dan
dunianya.
Berbeda dengan aliran diatas, Idealisme
menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa
yang dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide
sebagai kebenaran bersifat spiritual atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan
itulah sebagai kebenaran atau nilai sejati yang absolute dan abadi.
Pragmatisme merupakan
aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi
nilai kegunaan praktis; dengan kata lain, paham ini menyatakan yang berfaedah
itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pda kemanfaatan dari sesuatu
itu harus benar. Atau ukuran kebenaran didasarkan kepada kemanfaatan dari
sesuatu itu kepada manusia (Abu Hanifah, 1950: 136). John Dewey (dari Redja
Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144), salah seorang tokoh pragmatisme, mengemukakan
bahwa penerapan konsep pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap:
1.
Situasi tak tentu (indeterminate
situation), yakni timbulnya situasi ketegangan didalam pengalaman yang perlu
dijabarkan secara spesifik.
2.
Diagnosi, yakni mempertajam masalah
termasuk perkiraan factor penyebabnya.
3.
Hipotesis, yakni penemuan gagasan
yang diperkiarakan dapat mengatasi masalah.
4.
Pengujian hipotesis, yakni
pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya serta implikasinya
masing-masing jika dipraktekkan.
5.
Evaluasi, yakni mempertimbangkan
hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.
Oleh karena itu, bagi paragtisme,
pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan metode mengajar yang penting
adalah metode pemecahan masalah. Pengaruh aliran paragtisme tersebut bahkan
terwujud dalam gerakan pendidikan progresif atau progresivisme sebagai bagian
dari suatu gerakan reformasi sosiopolitik pada akhir abad XIX dan awal abad XX
di Amerika Serikat. Progresivisme menentang pendidikan tradisionalis serta
mengembangkan teori pendidikan dengan prinsip-prinsip antara lain:
1.
Anak harus bebas agar dapat
berkembang wajar.
2.
Menumbuhkan minat melalui pengalaman
langsung untuk merangsang belajar.
3.
Guru harus menjadi peneliti dan
pembimbing kegiatan belajar.
4.
Harus ada kerja sama sekolah dan
rumah.
5.
Sekolah progresif harus merupakan
suatu laboraturium untuk melakukan eksperimentasi (Wayan Ardhana, 1986: 16-17)
Selanjutnya perlu dikemukakan secara
ringkas empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran
dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab filsafat pendidikan itu (Redja
Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144-150; Wayan Ardhana, 1986 :14-18) adalah:
1.
Esensialisme.
Esensialisme
merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan
realisme secara eklektis. Berdasarkan eklektisisme tersebut tersebut maka
esensialisme tersebut menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme
dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan
dasara tinjauan yang realistic. Matematika yang sangat diutmakan idealisme, juga
penting artinya bagi filsafat realism, karena matematika adalah alat menghitung
penjumlahan dari apa-apa yang riil, materiil dan nyata
Menurut Mazhab
ensesialisme, yang termasuk the liberalarts, yaitu:
1). Penguasaan
bahasa termasuk rerorika
2).
Gramatika
3).
Kesusateraan
4).
Filsafat
5). Ilmu
kealaman
6).
Matematika
7).
Sejarah
8).
Seni keindahan (fine arts)
2.
Perenialisme
Ada persama
antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum
tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang poko-pokok (subject
centered). Perbedaannya ialah perenialisme menekankan keabadian teori
kehikamatan, yaitu:
1).
Pengetahuan yang benar (truth)
2).
Keindahan (beauty)
3).
Kecintaan kepada kebaikan (goodness)
Oleh karena itu
dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau
perennial. Prinsip pendidikan antaralain:
1).
Konsep pendidikan itu bersifat abadi, karena hakikat manusia tak pernah
berubah.
2).
Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan mahluk manusia yang unik,
yaitu kemampuan berpikir.
3).
Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
4).
Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
5).
Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic
subjects)
3.
Pragmatisme dan Progresivisme
Prakmatisme
adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan
praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang
pendidikan tradisional.
Progresivisme
yaitu perubahan untuk maju. Manusia akan mengalami perkembangan apabila
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya berdasarkan pemikiran. Progresivisme
atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang
mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain sebagai berikut:
1).
Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
2).
Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
3).
Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
4).
Sekolah progresif harus merupakan sebuah laboratorium untuk melakukan reformasi
pedagogis dan ekperimentasi.
4.
Rekonstruksionisme
Rekonstruksionalisme
adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam
pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang
pengalaman-pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini disekolah, tapi
haruslah memelopori masyarakat kearah masyarakatbaru yang diinginkan. Dan dalam
pengertian lain. Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang
menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.
b. Landasan Sosiologis
Manusia
yang hidup berkelompok, sesuatu yang terjadi dengan yang lain sama halnya hewan,tetapi
pengelompokan pada manusia lebih rumit dari pada hewan.pada wayan Ardhan hidup
berkelompok pada hewan memiliki ciri:
- Pembagian pada anggotanya
- Ketergantungan pada anggota
- Ada kerjasama anggota
- Komunikasi antar anggota
- Dan adanya diskrimunasi antara individu satu denan yang lain dalam kelompok
a. Pengertian
tentang landasan sosiologi
Dimana suatu proses interaksi antar
dua individu,bahakan dua generasi dan memungkinkan generasi muda untuk
mengembangkan diri.sehingga melahirkan cabang cabang sosiologi antara lain
sosiologi pendidikan dan ruang lingkup yang di pelajari antara lain:
1) Hubungan
pendidikan dengan aspek masyarakat lain,yang mempelajari:
- Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
- Hubungan sisitem pendidikan dan proses kontrol sosiala dengan sstem kekuasaan lain
- Fungsi pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan kebudayaan
- Hubungan antar kelas sosial
- Fungsional pendidikan formal yang mencakup hubungan dengan ras,kebudayaam dan kelompok kelompok dalam masyarakat
2)
Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi:
- Sifat kebudayaan dalam sekolah yang khusus dan berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah
- Pola interaksi dan struktur masyarakat sekolah
3)
Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya,yang mempelajari:
- Peranan sosial guru
- Sifat kepribadian guru
- Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laju sisiwa
- Fungsi sosial sekolah pada sosialisasi anak anak
4) Sekolah dalam komunitas,mempelajari
pola interaksi antara sekolah dalam komunitasnya yang meliputi:
- Pelukisan komunitas sekolah sepertti tampaknya dalam prganisasi sekolah
- Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak pada kaum sosila tak terpelajar
- Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi pendidikannya
- Faktor faktor demografi dan ekologi dalam organisasi sekolah
Dalam keempat nidang di atas yang di
pelajari untuk memahami pendidikan dalam masyarakat menurut Wayan ardhan.
b. Masyarakat
indonesia sebagai landasan sosiologi sistem pendidikan nasional (sisdiknas)
Masyarakat sebagai kesatuan hidup
memiliki ciri utama anatara lain:
- Adanya interaksi antar warga warganya
- Pola tingkah laku yang diatur adat istiadat,hukum dan norma yang berlaku
- Adanya rasa identitas yang mengikat pada warganya.
c. Landasan Kultural
Kebudayaan dan
pendidikan mempunyai hubungan timbale balik, sehingga kebudayaan dapat
dilestarikan/dikembang dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupan formal.
a.
Pengertian tentang Landasan Kultural
Kebudayaan
sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu
terkait dengan pendidikan, dan dalam belajar arti luas dapat berwujud:
·
Ideal seperti ide, gagasan, nilai
dan sebagainya.
·
Kegiatan yang berpola dari manusia
dalam masyarakat, dan
·
Fisik yakni benda hasil karya
manusia
b.
Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sisitem Pendidikan Nasional
Seperti yang di
kemukakakan sisdiknas, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
indonesia, dimana kehidupan masyarakat indonesia yang majemuk dan
akan kaya kebudayaannya dan keberadaan semua itu semakin kukuh. Oleh
karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang
dinamis, seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia sesuai dengan asas Bhinneka Tunggal Ika.
d. Landasan Psikologis
Pendidikan
selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis
merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Pada
umumnya landasan psikologis dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada
pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar.
a.
Pengertian Landasan Psiklogis
Pemahaman
peserta didik utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan faktor
keberhasilan untuk pendididkan. Dalam maksud itu, Psikologi menyediakan
sejumlah informasi/kebutuhan tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya
serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
Seperti di
kemukakakn teori A.maslow kategori kebutuhan menjadi enam kategori meliputi:
·
Kebutuhan fisiologis: kebutuhan
memmpertahankan hidup (makan, tidur, istrahat dan sebagainya)
·
Kebutuhan rasa aman: kebutuhan terus
nenerus merasa aman dan bebasdari ketakutan
·
Kebutuhan akan cinta dan
pengakuan:kebutuhan rasa kasih sayang dalam kelompok
·
Kebutuhan akan alkuturasi
diri:kebutuhan akan potensi potensi yang di miliki
·
Kebutuhan untuk mengetahui dan di
pahami:kebutuhan akan berkaitan dengan penguasaan iptek
b.
Perkembangan peserta didik sebagai landasan psikologis
Perkembangan
manusia berlangsung sejak konsepsi (pertemuan ovum dan sperma) sampai saat
kematian, sebagai perubahan maju (progresif) ataupun kadang-kadang kemunduran
(regresif).
Salah satu
aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan dengan
perkembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan kepribadian yang
mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat, namun dapat dikemukakan
beberapa prinsip umum kepribadian. Disebut sebagai prinsip prinsip umum karena:
·
Prinsip tersebut yang dikemukakan
dengan variasi tertentu dalam berbagai teori kepribadian.
·
Prinsip itu akan tampak bervariasi
pada kepribadian manusia tertentu (sebab: kepribadian itu unik)
Terdapat dua
hal kepribadian yang penting di tinjau dari konteks perkembangan kepribadian,
yakni:
·
Terintegrasinya seluruh komponen ke
dalam struktur yang teroganisir secara sistematik.
·
Terjadi tingkah laku yang konsisiten
dalam menghadapi lingkungan.
e. Landasan Ilmiah dan Teknologis
Seperti yang
kita ketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata
lain, pendidikan sangat berperan penting dalam pewarisan dan pengembangan
iptek.
- Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Terdapat
beberapa istilah yang perlu dikaji agar jelas makna dan kedudukan masing-masing
yakni pengetahuan, ilmu pengetahuan, teknologi. Pengetahuan (knowledge)
adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara pengindraan terhadap
fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan wahyu.
- Perkembangan Iptek sebagai Landasan Ilmiah
Iptek merupakan
salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik,
yang telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Bukti historis menunjukkan
bahwa usaha mula bidang keilmuan yang tercatat adalah oleh bangsa Mesir purba,
dimana banjir tahunan sungai Nil menyebabkan berkembangnya system almanac,
geometri dan kegiatan survey.
3.
Pengertian Asas-asas Pendidikan
Asas-asas pendidikan merupakan suatu
kebenaran menjadi dasar atau tumpukan berpikir, baik pada tahap perancangan
maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa
manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri sendiri. Diantara asas-asas
tersebut adalah Asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hidup, dan asas
kemandirian dalam belajar.
- Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai asas pertama,
Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan. Asas yang
dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs.
R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarsa
Sung Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa.
Kini ketiga
semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:
- Ing Ngarsa Sung Tulada ( jika di depan menjadi contoh).
- Ing Madya Mangun Karsa (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan membangkitkan semangat).
- Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan/mengikuti dengan awas).
- Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar
sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi lain
terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang dapat
meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu dimensi
vertikal dan horisontal.
- Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
- Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
- Asas Kemandirian dalam Belajar
Baik asas tut
wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat kaitannya
dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada
prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri
dalam belajar.
Selanjutnya,
asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apa bila didasarkan
pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena
adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu
tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.
Perwujudan asas
kemandirian dalam belajar akan mampu menempatkan guru dalam peran utama sebagai
fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain: informator, organisator
dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan menyediakan dan mengatur
berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik
berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar
itu.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hanifah. 1950.
Rintisan Filsafat, Filsafat Barat Ditilik dengan Jiwa Timur, Jilid I.
Jakarta: Balai
Pustaaka.
Conny Seniawan,
et. al. 1951. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana Mengaktifkan
Siswa dalam
Belajar. Jakarta: Gramedia.
Prof. Dr. Umar
Tirtarahardja, dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.