PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI GURU BAHASA INDONESIA DALAM
ERA GLOBALISASI DENGAN PERKEMBANGAN IPTEK
TERUTAMA DALAM BIDANG ICT
ABSTRAK: Problematika pembelajaran bahasa
Indonesia dalam era globalisasi dan revolusi iptek mau tidak mau
mendorong guru bahasa Indonesia untuk berupaya meningkatkan kemampuannya
dalam bidang ICT. Di era globalisasi, teknologi informasi berperan
sangat penting. Dengan menguasai teknologi dan informasi, kita memiliki
modal yang cukup untuk menjadi pemenang dalam persaingan global. Tidak
menguasai teknologi informasi berarti identik dengan buta huruf.
Pemanfaatan ICT dalam proses pembelajaran oleh guru bahasa Indonesia
sangatlah baik dan dianjurkan mengingat pentingnya perkembangan bahasa
Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti kita
ketahui bahwa masih banyak guru yang belum bisa menguasai dan
memanfaatkan ICT dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa
Indonesia. Bahkan mungkin belum mengenal apa itu ICT.
PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, keberadaan sistem
informasi dan komunikasi merupakan salah satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari aktivitas pendidikan. Sebuah lembaga pendidikan harus
memiliki komponen–komponen yang diperlukan untuk menjalankan operasional
pendidikan, seperti siswa, sarana dan prasarana, struktur organisasi,
proses, sumber daya manusia (tenaga pendidik), dan biaya operasi.
Sedangkan sistem komunikasi dan informasi terdiri dari komponen–komponen
pendukung lembaga pendidikan untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan pihak pengambil keputusan saat melakukan aktivitas
pendidikan. Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari perkembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi. ICT bukan lagi menjadi asing dalam dunia
pendidikan tetapi sudah menjadi penting dan sangat mendukung dalam dunia
pendidikan. “Dahulu”, ada guru yang mengajar penggunaan computer,
“Sekarang” banyak guru mengajar penggunaan computer, “Nanti”, guru tak
perlu mengajar penggunaan computer. Belajar tentang ICT dilakukan dengan
sendiri. Belajar bersama guru harus di gabung dengan belajar
dengan sumber belajar lainnya, dimanapun, kapanpun, dan siapapun. Bila
seorang guru mampu menggunakan ICT sebagai alat dalam mengajar, dan
setiap siswa menggunakannya sebagai alat untuk belajar, maka tidak perlu
ICT menjadi mata pelajaran dan masuk dalam kurikulum.
Problematika yang dihadapi oleh guru
bahasa Indonesia dalam era globalisasi terkait dengan perkembangan ICT
sangat krusial. Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi di era
globlaisasi saat ini berimplikasi pada pergeseran paradigma dalam sistem
pendidikan. Paradigma baru pembelajaran pada era globalisasi memberikan
tantangan yang besar bagi guru. Pada era ini dalam melaksanakan
profesinya, guru dituntut lebih meningkatkan profesionalitasnya. Menurut
para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Guru
yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti
pada tataran kematangan yang mempersyaratkan keinginan dan kemampuan,
baik secara intelektual maupun kondisi fisik yang prima.
Maister (1997) mengemukakan bahwa
profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi
lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang
teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki
suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Menurut Arifin (2000), guru yang
profesional dipersyaratkan mempunyai; 1) dasar ilmu yang kuat sebagai
pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu
pengetahuan di era globalisasi, 2) penguasaan kiat-kiat profesi
berdasarkan riset dan praksis pendi-dikan yaitu ilmu pendidikan sebagai
ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan
merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta
riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat
Indonesia, 3) pengembangan kemampuan profesional berkelanjutan, profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan
berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme
guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru yang
profesional di era globalisasi, yaitu; 1) memiliki kepribadian yang
matang dan berkembang, 2) penguasaan ilmu yang kuat, 3) keterampilan
untuk mem-bangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi, dan 4)
pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut
merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah
dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang
profesional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme
guru tersebut terpenuhi, akan melahirkan profil guru yang kreatif dan
dinamis yang dibutuhkan pada era globalisasi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Semiawan (1999), bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional
akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis
menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan
lingkungan belajar yang inovatif. Dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator,
motivator, informator, komunikator, transformator, change agent,
inovator, konselor, evaluator, dan administrator.
PEMBAHASAN
- Pembelajaran Bahasa Indonesia di Era Globalisasi
Dalam era globalisasi ini, bahasa
Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara
Indonesia. Pembinaan ini paling tepat adalah dalam pembelajaran di
sekolah. Sehingga guru bahasa Indonesialah yang sangat berperan penting
dalam menjaga dan melesterikan bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan agar
bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang
jelas-jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan
budaya bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini
sangat besar kemngkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas
antarnegara yang sudah tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh
alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi dengan mempertahankan
jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia. Sudah
barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa
nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yan berlaku dalam bahasa
Indonesia dengan memperhatikan siatuasi dan kondisi pemakaiannya. Dengan
kata lain, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah sekolah harus
menarik dan menyenangkan agar para siswa tidak bosan untuk mengikutinya.
Pihak pemerintah pun telah membantu
secara tidak langsung dalam pelestarian bahasa Indonesia melalui Ujian
Nasional. Oleh karena itu pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin
adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau
aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan
kondisinya. Dalam Rencana Strategis Depertemen Pendidikan Nasional Tahun
2005-2009 disebutkan bahwa salah satu kendala dalam pemerataan
pendidikan di Indonesia adalah cakupan geografis yang luas. Hal ini
memerlukan modernisasi pada sistim dan jaringan informasi menggunakan
ICT yang memadai. Luasnya wilayah kedaulatan Republik Indonesia dan
luasnya sebaran penduduknya dapat dipersatukan dengan jaringan –
jaringan teknologi informasi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
mengharuskan pengembangan ICT dalam dunia pendidikan di Indonesia. Agar
kualitas sumber daya manusia Indonesia yang merupakan produk dari
pendidikan itu semakin baik dan dapat bersaing dalam dunia yang
berbasiskan teknologi. Oleh sebab itu Depertemen Pendidikan Nasional
melalui PUSTEKKOM melakukan pengembangan terus menerus terhadap ICT
untuk dunia pendidikan di Negara kita ini.
Di samping itu, disiplin berbahasa
nasional juga menunjukkan rasa cinta kepada bahasa, tanah air, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga negara Indonesia mesti
bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu menggunakannya dengan baik
dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat menimbulkan rasa
nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negara
yang baik mesti malu apabila tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini
merupakan sikap yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila
yang muncul adalah sikap yang negatif, tidak baik, dan tidak terpuji,
akan berdampak pada pemakaian bahasa Indonesia yang kurang terbina
dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”.
Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa
plesetan, dan bahasa jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan
bahasa Indonesia. Padahal, pemakai bahasa Indonesia mengenal ungkapan
“Bahasa menunjukkan bangsa”, yang membawa pengertian bahwa bahasa yang
digunakan akan menunjukkan jalan pikiran si pemakai bahasa itu. Apabila
pemakai bahasa kurang berdisiplin dalam berbahasa, berarti pemakai
bahasa itu pun kurang berdisiplin dalam berpikir. Akibat lebih lanjut
bisa diduga bahwa sikap pemakai bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari
pun akan kurang berdisiplin. Padahal, kedisiplinan itu sangat diperlukan
pada era globalisasi ini. Lebih jauh, apabila bangsa Indonesia tidak
berdisiplin dalam segala segi kehidupan akan mengakibatkan kekacauan
cara berpikir dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Apabila hal ini
terjadi, kemajuan bangsa Indonesia pasti terhambat dan akan kalah
bersaing dengan bangsa lain.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi
bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah
pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia
harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh perhitungan. Salah satu
hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang
diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia
memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana,
Tatabahasanya mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak
rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang
mempermudah bangsa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Setiap
bangsa asing yang mempelajari bahasa Indonesia dapat menguasai dalam
waktu yang cukup singkat. Namun, kesederhaan dan ketidakrumitan tersebut
tidak mengurangi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam pergaulan
dan dunia kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan
antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan
untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan
dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri
budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan
antarbangsa pada era globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat
ini menjadi bahan pembelajaran di negara-negara asing seperti
Australia, Belanda, Jepanh, Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan Korea
Selatan.
Tanggung jawab terhadap perkembangan
bahasa Indonesia bukan hanya dipundak guru bahasa Indonesia khususnya
dalam pembelajaran, namun terletak di tangan pemakai bahasa Indonesia
sendiri. Baik buruknya, maju mundurnya, dan tertatur kacaunya bahasa
Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku sebagai
warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga negara Indonesia harus
bersama-sama berperan serta dalam membina dan mengembangkan bahasa
Indonesia itu ke arah yang positif. Maju bahasa, majulah bangsa. Kacau
bahasa, kacaulah pulalah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar oleh
setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung jawab terhadap
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan subur di
sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia.
2. Guru Bahasa Indonesia di Era Global
Abad ke-21 ini mau tidak mau seorang
pendidik khususnya guru bahasa Indonesia harus siap dalam menghadapi era
globalisasi. Beberapa diantaranya guru bahasa Indonesia harus mampu
berfikir kritis dan problem solver, memiliki kesadaran global
tentunya dengan belajar memanfaatkan ICT dalam pembelajaran di sekolah,
bias mengarahkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi, media, dan
keahlian dalam bidang teknologi, produktif dan inovatif, serta mampu
berkolaboratif untuk menghadapi tantangan di abad ke-21.
Di era globalisasi juga guru, khususnya
guru bahasa Indonesia dituntut dapat fleksibel dan adaptif serta
memiliki inisiatif dalam menerima segala informasi dalam bidang
pengembagan media pembelajaran. Berpikir kritis dan mampu memecahkan
masalah dalam bidang ICT serta kreatif dan memiliki inovasi dalam hal
mengembangkan media pembelajaran berbasis multimedia, kemudian mampu
berkomunikasi serta berkolaborasi dengan siswa, guru, dan kepala
sekolah secara efektif.
Selain itu, guru bahasa Indonesia juga
harus memiliki literasi informasi, literasi media, dan literasi ICT yang
nantinya akan berguna dalam mengembangkan kompetensinya terkait dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di era global ini guru
bahasa Indonesia harus melakukan kebiasaan fositif seperti selalu
belajar dari atasan, rajin menerapkan pendekatan baru dalam
pembelajaran, selalu memanfaatkan ICT, serta memiliki jaringan dan
meningkatkan sumber belajar.
3. Guru Bahasa Indonesia dan Perkembangan ICT
Peranan guru bahasa Indonesia dalam
pendidikan terletak pada tugas dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan
profesinya sebagai alat pendidikan. Tugas dan tanggung jawab tersebut
berkaitan erat dengan kemampuan dasar yang disyaratkan untuk memangku
jabatan profesi. Kemampuan dasar itu adalah kompetensi guru, yang
merupakan profesionalisme guru dalam melaksanakan profesinya.
Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh
kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa.
Profesionalisme menekan-kan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau
kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan
sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan
sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan
hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah
laku yang dipersyaratkan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)
merupakan salah satu hasil usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang
lebih baik, yang telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia.
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan
yang erat seperti diketahui bahwa iptek menjadi bagian utama dalam isi
pendidikan. Dengan kata lain pendidikan berperan sangat penting dalam
pewarisan dan perkembangan iptek.
Seorang guru yang menguasai teknologi
informasi salah satunya adalah guru yang dalam melaksanakan tugasnya
sebagai guru mulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, analisis hasil belajar maupun
kegiatan remedial dan enrichment telah memanfaatkan komputer secara
optimal. Dokumen administrasi guru semuanya tersimpan secara digital dan
setiap saat dapat diakses dan diperbaharui sesuai dengan kebutuhan.
Dengan memanfaatkan teknologi informasi, persoalan waktu dan kesulitan
teknis dapat dipangkas sehingga penyusunan dokumentasi administrasi
pembelajaran dan dokumentasi soal-soal menjadi lebih mudah, efektif dan
efisien.
Dengan perkembangan iptek dan kebutuhan
masyarakat yang makin kompleks maka pendidikan dalam segala aspeknya mau
tidak mau harus mengakomodasi perkembangan itu, baik perkembangan iptek
maupun perkembangan masyarakat. Lembaga pendidikan utamanya pendidikan
jalur sekolah harus mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan
iptek. Bahan ajaran seyogianya hasil perkembangan iptek mutakhir, baik
yang berkaitan dengan hasil perolehan informasi, maupun cara memperoleh
informasi itu dan manfaatnya bagi masyarakat. Relevansi bahan ajaran dan
cara penyajiannya dengan hakikat ilmu, sumber bahan ajaran itu
merupakan satu tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Di banyak negara maju, teknologi ICT
justru telah menjadi infrastruktur utama dalam hal proses pembelajaran.
Lain halnya di Indonesia yang justru mengalami degradasi percepatan
dalam hal mengikuti perkembangan teknologi dalam proses belajar
mengajar. Khususnya pada sebagian besar sekolah-sekolah di Indonesia
masih menggunakan metode pembelajaran pada era 1990an. Banyak faktor
yang menyebabkan sistem pembelajaran di Indonesia belum bisa mengikuti
perkembangan teknologi. Beberapa diantaranya adalah kurangnya SDM guru –
dalam hal ini guru bahasa Indonesia – yang ahli dibidangnya dan
menguasai penggunaan teknologi pendukung, serta mahalnya peralatan
teknologi informasi dan komunikasi (ICT) seperti komputer dekstop,
notebook dan koneksi Internet yang masih dirasakan oleh sebagian besar
orang yang terlibat pada proses pembelajaran. Kebutuhan penggunaan ICT
tentunya disesuaikan oleh jenis sekolah tersebut. Sekolah berjenis
teknik khususnya teknik informatika akan sangat tinggi dalam penggunaan
ICT dibanding sekolah umum.
Teknologi komputer dapat berfungsi
sebagai teknologi informasi maupun sebagai teknologi komunikasi. Seorang
guru dalam konteks ini sejatinya menguasai teknologi informasi dan
komunikasi. Istilah Information and Communication Technology
(ICT) dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK). Istilah TIK dalam makalah ini bukan TIK sebagai
Mata Pelajaran, melainkan sebagai segala hal yang berkaitan dengan
pemanfaatan teknologi komputer dalam kegiatan pembelajaran. Dalam
konteks ini, TIK sebagai information and communication technology based
learning dan multimedia learning.
Secara akademis, pengertian teknologi
informasi dapat dibedakan dengan teknologi komunikasi, meskipun pada
prakteknya teknologi informasi dan komunikasi ibarat dua sisi mata uang.
Teknologi informasi memiliki pengertian luas yang meliputi segala hal
yang berkaitan dengan proses, pengunaan komputer sebagai alat bantu,
manipulasi dan pengolahan informasi. Sementara teknologi komunikasi
meliputi segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk
memproses dan mentransfer data dari perangkat satu ke perangkat yang
lainnya. Dalam konteks pembelajaran, ICT meliputi segala hal yang
berkaitan dengan pemanfaatan komputer untuk mengolah informasi dan
sebagai alat bantu pembelajaran serta sebagai sumber informasi bagi guru
dan siswa.
Terkait dengan pembelajaran bahasa
Indonesia di sekolah, pada umumnya guru bahasa Indonesia masih
berbicara tentang kaidah bahasa dan penggunaan bahasa secara komunikatif
belum sampai pada penggunaan bahasa Indonesia di bidang ICT. Maka dari
itu, kebutuhan dukungan ICT juga sebagian besar tertuju hanya pada
penyediaan informasi global. Bahkan karena itu pula sebagian besar guru
bahasa Indonesia beranggapan bahwa mereka tetap bisa berjalan dengan
baik tanpa adanya dukungan ICT yang tinggi dan canggih. Untuk mendukung
sistem pembelajaran, mereka merasa masih dapat menyediakannya lewat
buku-buku perpustakaan dan koran yang berisi materi-materi tentang
bahasa Indonesia. Dalam aktifitas pemberian materi, mereka masih merasa
puas dengan menggunakan overhead, papan tulis, dan fotokopi materi.
4. Perkembangan ICT dan Problematika yang Dihadapi Guru Bahasa Indonesia dalam Pembelajaran
Penggunaan teknologi untuk memperbaiki
pendidikan masih dapat dipertimbangkan. Beberapa keuntungan dari
penggunaan teknologi informasi untuk sistim pembelajaran di luar kelas
adalah: a) penambahan akses untuk belajar, b) penambahan sumber
informasi yang lebih baik, c) penambahan ketersediaan media alternatif
untuk mengakomodasi strategi pembelajaran yang beraneka ragam, d)
motivasi belajar menjadi semakin tinggi, dan, model pembelajaran
individu maupun kelompok menjadi lebih potensial (Niemi and Gooler,
1987). Pendapat lain menyebutkan keuntungan potensial penggunaan ICT
dalam proses pembelajaran (Massy and Zemsky, 1995) adalah: a) penyediaan
akses ketersediaan informasi tanpa batas lewat Internet dan onlinedatabase,
b) membuka batasan waktu dan ruang untuk aktifitas pembelajaran, c)
menjadikan guru bahasa Indonesia sebagai orang terbaik bagi siswa lewat
sistem pengajaran berbasis multimedia, d) menyediakan sistem
pembelajaran mandiri, menyikapi kepekaan dalam perbedaan cara
pembelajaran, dan menyediakan monitoring kemajuan dalam proses
pembelajaran secara berkelanjutan, e) membuat penyelenggara edukasi
menjadi lebih outcomeoriented, dengan menambah kemampuan
institusi dalam bereksperimen dan berinovasi, f) menambah produktifitas
pengetahuan, dan g) memberikan siswa untuk dapat mengontrol proses dan
keuntungan dalam belajar dengan secara aktif dan mandiri serta mempunyai
tanggung jawab secara personal. Penggunaan teknologi yang membuat
edukasi menjadi lebih baik tidak akan terwujud tanpa adanya perubahan
paradigma dalam edukasi itu sendiri.
Terkait dengan paradigma pendidikan
ternyata di Indonesia masih kebingungan untuk memilih paradigma mana
yang paling pas dalam menyelesaikan masalah pembelajaran berbasis ICT.
Program dulu baru anggarannya, atau anggarannya dulu baru programnya.
Kebingunan ini mungkin karena trauma lama, yakni adanya program yang
bagus ternyata tidak didukung oleh adanya anggaran yang tersedia. Atau
trauma lama tentang ketersediaan anggaran untuk suatu program ternyata
dilatarbelakangi oleh kepentingan dari pihak-pihak nonkependidikan yang
memiliki motif-motif untuk mencari keuntungan. Contoh tentang hal ini
terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Program pengadaan alat
peraga, pengadaan buku pelajaran satu siswa satu buku, bahkan soal
sepatu bagi siswa saja kemudian dengan mudahnya disediakan dananya.
Tetapi, anggaran yang tersedia itu tenyata tidak dilengkapi dengan
konsep dan perencanaan yang matang. Atau konsep yang ada itu dengan
mudahnya tidak dilaksanakan secara konsekuen. Ketentuan judul buku
pelajaran harus digunakan di sekolah minimal selama lima tahun
pelajaran, sebagai contoh, dengan mudahnya dipungkiri oleh sekolah,
karena berbagai alasan seperti adanya perubahan kurikulum. Di Malaysia,
penggunaan buku pelajaran menggunakan konsep sepuluh tahunan. Buku
pelajaran yang digunakan di sekolah Malaysia digunakan selama sepuluh
tahun. Buku pelajaran baru dapat diganti atau direvisi setelah melalui
mekanisme sepuluh tahunan itu. Jika memang IT dan Internet memiliki
banyak manfaat, tentunya ingin kita gunakan secepatnya. Namun ada
beberapa kendala di Indonesia yang menyebabkan IT dan Internet belum
dapat digunakan seoptimal mungkin. Kesiapan pemerintah Indonesia masih
patut dipertanyakan dalam hal ini.
Salah satu penyebab utama adalah
kurangnya ketersediaan sumber daya manusia, proses transformasi
teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan perangkat hukumnya yang
mengaturnya. apakah infrastruktur hukum yang melandasi operasional
pendidikan di Indonesia cukup memadai untuk menampung perkembangan baru
berupa penerapan IT untuk pendidikan ini. Sebab perlu diketahui bahwa
Cyber Law belum diterapkan pada dunia Hukum di Indonesia.
Selain itu, masih terdapat kekurangan
pada hal pengadaan infrastruktur teknologi telekomunikasi, multimedia
dan informasi yang merupakan prasyarat terselenggaranya IT untuk
pendidikan sementara penetrasi komputer (PC) di Indonesia masih rendah.
Biaya penggunaan jasa telekomunikasi juga masih mahal bahkan jaringan
telepon masih belum tersedia di berbagai tempat di Indonesia.. Untuk itu
perlu dipikirkan akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di
rumah. Sementara itu tempat akses Internet dapat diperlebar jangkauannya
melalui fasilitas di kampus, sekolahan, dan bahkan melalui warung
Internet. Hal ini tentunya dihadapkan kembali kepada pihak pemerintah
maupun pihak swasta; walaupun pada akhirnya terpulang juga kepada
pemerintah. Sebab pemerintahlah yang dapat menciptakan iklim kebijakan
dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan.
Sehingga guru-guru di Indonesia memiliki kesempatan dalam memanfaatkan
ICT. Harapan kita bersama hal ini dapat diatasi sejalan dengan
perkembangan telekomunikasi yang semakin canggih dan semakin murah.
Kendala lain yang dihadapi guru bahasa
Indonesia khususnya di lapangan ketika membuat persiapan pembelajaran
adalah terbatasnya buku sumber materi pembelajaran. Keberadaan
perpustakaan di sekolah pun tidak dapat menjawab permasalahan kurangnya
sumber belajar. Keterbatasan anggaran yang ada di sekolah semakin
melengkapi alasan kurangnya ketesediaan sumber bahan ajar.
Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang pesat dewasa ini telah memberikan alternatif pemecahan
masalah bagi guru dalam mengatasi kesulitan sumber bahan ajar. Internet
menyediakan solusi bagi guru dalam membuat persiapan pembelajaran yang
berbasis ICT. Guru tinggal mengakses dan berselancar di internet untuk
mencari dan menemukan materi yang dibutuhkan sebagai bahan ajar di
kelas.
Interconnected Network atau
lebih populer dengan sebutan internet adalah sebuah sistem komunikasi
global yang menghubungkan komputer-komputer dan jaringan-jaringan
komputer di seluruh dunia. Internet dapat memberikan informasi yang
mendidik, positif dan bermanfaat bagi manusia, namun juga dapat
dijadikan lahan kejelekan dan kemaksiatan. Hanya etika, mental dan
keimanan masing-masing lah yang menentukan batas-batasnya.
Dengan adanya internet sejatinya
persoalan kurangnya sumber bahan ajar tidak menjadi persoalan lagi bagi
guru, karena internet sendiri adalah lautan informasi di belantara dunia
maya. Apapun dapat diakses oleh guru asalkan tahu caranya. Internet
adalah pintu gerbang informasi yang terbuka sehingga siapapun dapat
mengakses, termasuk siswa. Saat ini, sulit sekali ditemukan siswa yang
tidak mengenal dan akrab dengan internet terutama mereka yang tinggal di
daerah perkotaan.
Internet telah merubah pola-pola
komunikasi, pola sosial dan tatanan nilai yang selama ini telah mapan di
masyarakat, bahkan secara ekstrim telah menafikan batas-batas
teritorial antar negara. Informasi bukan lagi milik mereka yang pintar,
melainkan milik mereka yang memiliki akses ke media informasi. Jika
selama ini guru dipandang sebagai pigur yang serba tahu dan pemegang
otoritas tunggal di kelas, maka seiring dengan pesatnya perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi, anggapan tersebut dapat dikoreksi,
apalagi jika guru tersebut buta internet. Di jaman sekarang, seorang
siswa sah-sah saja lebih pintar dari gurunya karena siswa tersebut
sering mengakses internet dan membaca buku ketimbang gurunya.
Namun demikian, saat ini kesadaran akan
pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi bagi
kepentingan dunia pendidikan sudah merasuki semua stockholder
pendidikan. Ketika guru mengajar di kelas multimedia, maka disamping
menggunakan aplikasi powerpoint sebagai software presentasi, maka guru
dapat memasukkan bahan ajar yang berbasis ICT ke dalam presentasi
tersebut. Powerpoint dalam kaitannya dengan bahan ajar yang berbasis ICT
tidak lebih hanya sebagai media yang menampilkan bahan ajar tersebut
supaya lebih menarik. Sementara bahan ajar itu sendiri bersumber dari
internet atau pun dibuat sendiri oleh guru dengan menggunakan software
tertentu. Selain itu, pemanfaatan ICT untuk pembelajaran oleh guru masih
banyak yang belum bisa menguasai bahkan belum mengenalnya, ini masih
terlihat banyak sekali yang perlu dikoreksi dan diperbaiki, salah
satunya pada salah satu seminar ada pembicara menanyakan, Apakah sudah
memiliki Blog pribadi di Internet, Jawaban dari peserta seminar yang
menjawab sudah memiliki Blog hanya 10 orang dari total peserta yang
hadir yaitu 600 orang sungguh hal yang jika mengingat fungsi blog bisa
digunakan untuk media pembelajaran yang sangat baik tapi nyatanya banyak
yang tidak bisa atau belum punya blog tersebut..
Pendidikan berbasis ICT memang memerlukan
anggaran yang amat besar. Tetapi, untuk melaksanakan program penggunaan
ICT tersebut, apa yang harus dilakukan pemerintah adalah menyusun naskah akedemis atau pun semacam blue book
yang akan digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk pelaksanaan
program tersebut. Katakanlah bahwa anggaran untuk pelaksanaan program
ICT tersebut memang sudah disiapkan sepenuhnya oleh pemerintah.
5. Solusi yang Bisa Ditawarkan dalam Mengatasi Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia dan Perkembangan ICT
Untuk membekali terjadinya pergeseran
orientasi pendidikan di era global dalam mewujudkan kualitas sumber daya
manusia yang unggul, diperlukan strategi pengembangan pendidikan,
antara lain:
1. Mengedepankan model perencanaan pendidikan (partisipatif) yang berdasarkan pada need assessment dan karakteristik masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pendidikan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi.
2. Peran pemerintah bukan sebagai
penggerak, penentu dan penguasa dalam pendidikan, namun pemerintah
hendaknya berperan sebagai katalisator, fasilitator dan pemberdaya
masyarakat.
3. Penguatan fokus pendidikan, yaitu fokus pendidikan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, kebutuhan stakeholders, kebutuhan pasar dan tuntutan teman saing.
4. Pemanfaatan sumber luar (out sourcing),
memanfaatkan berbagai potensi sumber daya (belajar) yang ada,
lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pranata-pranata kemasyarakatan,
perusahaan/industri, dan lembaga lain yang sangat peduli pada
pendidikan.
5. Memperkuat kolaborasi dan jaringan
kemitraan dengan berbagai pihak, baik dari instansi pemerintah mapun
non pemerintah, bahkan baik dari lembaga di dalam negeri maupun dari
luar negeri.
6. Menciptakan soft image pada masyarakat sebagai masyarakat yang gemar belajar, sebagai masyarakat belajar seumur hidup.
7. Pemanfaatan teknologi informasi,
yaitu: lembaga-lembaga pendidikan baik jalur pendidikan formal, informal
maupun jalur non formal dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam
mengakses informasi dalam mengembangkan potensi diri dan lingkungannya
(misal; penggunaan internet, multi media pembelajaran, sistem informasi
terpadu, dsb).
PENUTUP
Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari
perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. ICT bukan lagi mejadi
bahan asing dalam dunia pendidikan tetapi sudah menjadi penting dan
sangat mendukung dalam dunia pendidikan. Salah satu bukti pentingnya ICT
adalah untuk pemerataan pendidikan dengan kondisi geografis Indonesia
yang luas sangat diperlukan ICT. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin pesat telah merambah berbagai aspek kehidupan
manusia, termasuk menyentuh dunia pendidikan. Karena itu, sekolah dan
guru tidak dapat mengelak dari trend ini hanya karena persoalan anggaran atau pun persoalan keterbatasan akses dan wawasan.
Guru sejatinya memberi contoh kepada
siswa bahwa teknologi merupakan suatu keniscayaan yang sedang dihadapi,
sehingga penguasaan teknologi adalah sesuatu yang harus direbut oleh
siswa. Pemanfaatan teknologi infomasi dan komunikasi dalam kegiatan
pembelajaran perlu diusahakan oleh guru sesuai dengan kemampuan
masing-masing sekolah dan guru bersangkutan. Pelatihan internet dan
aplikasi tertentu seperti microsoft Office khususnya powerpoint atau
aplikasi membuat animasi penting dilakukan untuk para guru di setiap
sekolah agar para guru mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis
ICT. Pelatihan tersebut baiknya diadakan di setiap sekolah dengan
melibatkan seluruh guru mata pelajaran sehingga akan ada pemerataan
pemahaman tentang materi pelatihan yang diberikan.
Bahwa terdapat tantangan-tantangan
seperti keterbatasan anggaran untuk melengkapi infrastruktur yang
mendukung pada penguasaan teknologi informasi dan komunikasi ini adalah
fakta, namun satu hal yang perlu dilakukan adalah membuat satu langkah
awal yang mengarah pada penguasaan teknologi baik oleh guru maupun oleh
siswa. Satu langkah awal selalu diikuti oleh langkah berikutnya dan
terkadang oleh suatu lompatan besar. Karena itu, sekolah dan guru harus
memprioritaskan penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam program prioritas. Seluruh sumber daya yang ada secara
sinergis diarahkan pada pencapaian program ini sehingga diharapkan
sebagaimana target pemerintah bahwa tahun 2009, 75% sekolah menengah
telah memiliki akses internet dan menerapkan ICT dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, Dendy Sugono, dan A. Rozak Zaidan. (Ed.). 2000. Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi. Jakarta: Pusat Bahasa
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru:
Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium
Nasional Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang, 25-26 Juli 2001
Efendi, Anwar (Ed). 2008. Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Tiara Wacana
Harina Yuhetty dan Hardjito, 2004,
edukasi net pembelajaran berbasis internet : tantangan dan peluangnya
dalam Mozaik Teknologi Pendidikan (Dewi salma dan Eveline Siregar),
Kencana Media Group dan Universitas Negeri Jakarta.
Idris, Naswil, 2001, “Pengembangan dan Peranan Sumber Daya Manusia di Era Teknologi Informasi”, Semarang
Moeliono, Anton. 2000. “Kedudukan dan
Fungsi Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi” dalam Hasan Alwi, Dendy
Sugono, dan A. Rozak Zaidan (Ed.). Jakarta: Pusat Bahasa
Munsyi, Alif Danya. 2005. Bahasa Menunjukkan Bangsa. Jakarta: KPG
Pateda, Mansoer. 1991. “Pengaruh Arus
Globalisasi terhadap Pembinaan Bahasa di Indonesia”. Makalah Munas V dan
Semloknas I HPBI: Padang: Panitia Penyelenggara
Rakhmat, J.1999 . Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosdakarya
Schiffrin, Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana (terjemahan dari: Approaches ToDiscourse). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo
Thomas, Linda dan Shan Wareing. 2007.
Bahasa, Masyarakat dan Kekuasaan (Terj. dari: Language, Society and
Power). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
W. Jorgensen, Marianne dan Louise J.
Phillips. 2007. Analisis WacanaTeori dan Metode (terjemahan dari:
Discourse Analisys). Yogyakarta: Pustaka Pelajar