Dalam linguistik, sintaksis (dari Yunani Kuno: συν- syn-, "bersama", dan τάξις táxis, "pengaturan") adalah ilmu mengenai prinsip dan peraturan untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Selain aturan ini, kata sintaksis
juga digunakan untuk merujuk langsung pada peraturan dan prinsip yang
mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun, sebagaimana "sintaksis Irlandia Modern."
Karya mengenai tata bahasa telah ditulis jauh sebelum sintaksis modern datang; Aṣṭādhyāyī dari Pāṇini sering disebut sebagai contoh karya pra-modern yang menyebutkan teori sintaksis modern. Di Barat, penggunaan pikiran yang kemudian dikenal sebagai "tata bahasa tradisional" berawal dari karya Dionysius Thrax.
Selama berabad-abad, karya mengenai sintaksis didominasi oleh suatu kerangka kerja yang dikenal sebagai grammaire générale, pertama dijelaskan tahun 160 oleh Antoine Arnauld
dalam buku dengan nama yang sama. Sistem ini mengambil dasar pikirnya
berupa anggapan bahwa bahasa adalah refleksi langsung dari proses
pemikiran dan karena itu ada sebuah cara yang alami untuk
mengekspresikan pikiran. Cara itu, secara kebetulan, adalah cara yang
sama yang diekspresikan dalam bahasa Perancis.
Tetapi, dalam abad ke-18, dengan pengembangan ilmu bahasa perbandingan sejarah,
para pakar bahasa mulai menyadari keragaman bahasa manusia, dan
mempertanyakan anggapan dasar mengenai hubungan antara bahasa dan
logika. Mulai jelas bahwa tidak ada cara yang paling alami untuk
mengekspresikan pikiran, dan logika tak bisa lagi dijadikan sebagai
dasar untuk mempelajari struktur bahasa.
Tata bahasa Port-Royal membuat pembelajaran sintaksis terhadap logika (memang, sebagian besar Port-Royal Logic disalin atau diadaptasi dari Grammaire générale).
Kategori sintaksis diidentifikasikan dengan kategori logika, dan semua
kalimat diteliti dalam struktur "Subyek - Penghubung - Predikat".
Awalnya, pandangan ini diadopsi oleh pakar bahasa perbandingan awal
seperti Franz Bopp.
Peran penting sintaksis dalam ilmu bahasa teoritis menjadi lebih
jelas pada abad ke-20, sehingga dijuluki "abad teori sintaksis" karena
ilmu bahasa juga dilibatkan. Untuk survei yang lebih mendetil dan jelas
mengenai sejarah sintaksis dalam dua abad terakhir, lihat karya
monumental oleh Graffi (2001).
Dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah morfem); tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil, yang secara hirarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase.
Frase
Kridalaksana (2008: 66) menjelaskan bahwa frase adalah gabungan dua kata atau lebuh yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat, dapat renggang.
Chaer (2007:225) membagi frase menjadi empat, yaitu (1) frase eksosestrik, (2) frase endosentrik, (3) frase koordinatif, dan (4) frase apositif.
Klausa
Kridalaksana, (2008: 124) menjelaskan bahwa klausa adalah
satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri
dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi menjadi kalimat.
Chaer (2007:225) membagi klausa menjadi dua, yaitu klausa bebas dan klausa terikat
Kalimat
Alwi, dll. (2003: 311), memberikan definisi kalimat, adalah satuan
bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan
pikiran yang utuh. Selanjutnya Chaer (2007: 240), juga memberikan
definisi bahwa kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi
pikiran yang lengkap. Kedua definisi tersebut tidak jauh bedah karena
sama-sama mengatakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil atau
susunan kata-kata yang dalam wujud lisan maupun tulisan dan berisikan
pikiran yang lengkap.
Kalimat dapat ditinjau dari sudut (a) Jumlah Klausanya, (b) bentuk sintaksisnya, (c), kelengkapan unsurnya, dan (d) susunan subjek dan predikatnya. Berdasarkan jumlah klausa, kalimat dibedakan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat Tunggal dibedakan lagi menjadi (1)
kalimat berpredikat verbal, (2) kalimat berpredikat adjectival, (3)
kalimat berpredikat nominal (termasuk pronominal), (4) kalimat
berpredikat numeral, dan (5) kalimat berpredikat frasa preposisional. Kalimat verba dapat dikelompokkan berdasarkan, berdasarkan kemungkinan kehadiran nomina atau frasa nominal objeknya, atas (i) kalimat taktransitif, (ii) kalimat ekatransitif, dan (iii) kalimat dwitransitif. Kalimat majemuk juga dapat dibagi menjadi (1) kalimat majemuk setara, dan (2) kalimat majemuk bertingkat.